BEKASI – TERASPASUNDAN.COM – Asosiasi Praktisi Human Resources Indonesia (ASPHRI) resmi menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II pada Sabtu, 28 Juni 2025, di Java Palace Hotel, Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Mengusung tema “Bersatu, Bekerja, Bersinergi Meraih Tujuan Bersama”, kegiatan ini menjadi momentum strategis konsolidasi nasional para praktisi SDM untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan di era disrupsi global.
Rakernas dibuka oleh Menteri Ketenagakerjaan RI, Prof. Dr. Yassierli, ST, MTP, Ph.D., dan dihadiri sejumlah tokoh nasional seperti Ketua Dewan Pembina ASPHRI sekaligus mantan Menaker RI, Prof. Dr. Bomer Pasaribu, Ketua BNSP Hari Syamsi, Presiden KSBSI Elly Rosita, Ketua Steering Committee GNIK Dr. Yunus Triyonggo, Prof. Dr. Payaman Simanjuntak, serta perwakilan dari KADIN, APINDO, dan unsur Pemerintah daerah.
Lebih dari 120 peserta yang terdiri dari Profesional HR, Akademisi, Serikat Pekerja, Pelaku Industri, dan Pengusaha turut hadir, mencerminkan komitmen kolektif lintas sektoral terhadap penguatan kualitas SDM Indonesia.
Ketua Panitia penyelengggara (Panpel) Rakernas II ASPHRI 2025, S. Widi Karyaningsih, mengungkapkan rasa syukur atas kelancaran acara dan mengapresiasi seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan agenda penting ini.
“Alhamdulillahirabbil’alamin, atas rahmat dan izin Allah SWT, kita semua dapat hadir dalam forum penting Rakernas II ASPHRI ini. Semoga kegiatan ini berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi pengembangan SDM Indonesia,” ujarnya.
Widi juga menyampaikan terima kasih kepada sponsor yang telah mendukung acara, seperti Faxtor Indonesia, The New Youth Institute, Bank Mandiri, TIKI, JobStreet, Mayora, Masuta, Kofuku, AKS, MKR, PAS Consulting, LSP MSDM ASPHRI dan beberapa mitra sponsor setia ASPHRI.
Dalam rakernas tersebut, Ketua Umum ASPHRI, Dr. Yosminaldi, SH, MH, menekankan bahwa Rakernas ini bukan hanya forum internal organisasi, tetapi menjadi ajang pertukaran gagasan dan penguatan jejaring multipihak untuk masa depan ketenagakerjaan Indonesia.
“ASPHRI ingin menjadi motor penggerak transformasi SDM Indonesia. Kami ingin memastikan seluruh anggota siap menghadapi disrupsi dunia kerja dan berkontribusi secara nyata bagi organisasi dan bangsa,” ungkap Dosen MSDM & Hubungan Industrial di beberapa Perguruan Tinggi Swasta ini.
Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan Pentapartit dalam hubungan industrial yang melibatkan pemerintah, pengusaha, pekerja, akademisi, dan praktisi HR.
“Praktisi HR berada di posisi strategis sekaligus dilematis—menjembatani kepentingan manajemen dan aspirasi pekerja,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Yosminaldi memperkenalkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) MSDM ASPHRI yang telah berdiri sejak 2023 dan telah menerbitkan hampir 1.000 sertifikat kompetensi.
“Kami siap menjadi pilar aktif dalam mendukung peningkatan produktivitas nasional,” ujarnya optimistis.
Disisi lain, menanggapi kondisi ketenagakerjaan nasional, Ketua Dewan Pembina ASPHRI, Prof. Dr. Bomer Pasaribu, menyampaikan keprihatinannya atas rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia.
“Indonesia mengalami paradoks produktivitas. Saat negara lain melejit, kita justru mengalami deindustrialisasi dini. Total faktor produktivitas kita bahkan menunjukkan angka negatif,” jelasnya.
Ia menilai Perpres No. 1 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Produktivitas sebagai langkah penting yang perlu dioptimalkan, dimaksimalkan dan diimplementasikan.
“Pak Yos dan jajaran ASPHRI telah siap sepenuhnya. Jika program ini dijalankan dengan serius, kita optimistis bisa membawa Indonesia keluar dari stagnasi pertumbuhan menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan RI, Prof. Dr. Yassierli, ST, MTP, Ph.D., memberikan apresiasi terhadap ASPHRI dan Para Praktisi HR atas kontribusinya dalam memperkuat ekosistem ketenagakerjaan nasional.
“Saya merasa bahagia bisa hadir di tengah Para Praktisi HR. Peran Anda sangat krusial dalam membangun ekosistem ketenagakerjaan yang sehat, produktif, dan berkeadilan,” ucapnya.
Menaker juga menyinggung tantangan besar terkait ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan kebutuhan pasar kerja.
“Sebagian besar angkatan kerja kita masih lulusan SMA dan SMK ke bawah. Bahkan lulusan perguruan tinggi yang menganggur hampir mencapai satu juta orang,” ungkapnya.
Ia menutup sambutannya dengan ajakan untuk membangun manajemen SDM yang lebih inklusif dan kontekstual dengan kebutuhan nasional.
“Kita butuh pendekatan yang lebih holistik, inklusif dan relevan dengan kondisi Indonesia. Tidak cukup hanya berorientasi pada profit, tapi juga keadilan dan kemanusiaan,” pungkasnya. (Red)