KARAWANG | TERASPASUNDAN.COM | Ribuan driver ojek online dari berbagai wilayah di Kabupaten Karawang berkumpul dan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Daerah (Pemda) Karawang. Aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap demo serupa yang digelar di kantor pusat, menyusul penghentian sementara layanan aplikasi ojek online yang mulai berlaku hari ini, 20 Mei 2025.
Dalam aksi tersebut, Ketua DPRD Karawang, Endang Sodikin, turut hadir dan menerima langsung perwakilan pengunjuk rasa. Ia mempersilakan sejumlah perwakilan untuk masuk melewati barikade dan menyampaikan aspirasi di Gedung Singaperbangsa bersama jajaran pejabat daerah.
Tuntutan: Keadilan Tarif dan Payung Hukum
Aditya, perwakilan dari pengemudi Indrive, menyampaikan keluhan keras terhadap sistem aplikasi yang dianggap semena-mena dalam menetapkan tarif dan argo perjalanan.
“Kami sudah bertahun-tahun bicara ke parlemen daerah, kami sudah muak. Kami datang ke Dishub, datang ke DPRD, perdanya disahkan, jangan cuma dilihat. Aplikator mengeluarkan argo yang tidak masuk akal. Double order, order Rp5.000, ini menyakitkan. Tolong bantu kami. Kami hanya ingin mensejahterakan kawan-kawan,” tegasnya di hadapan para pejabat.
Sementara itu, Rahman Nugraha, driver lain yang juga aktif menyuarakan aspirasi, menyampaikan kekesalannya atas potongan 10% dari aplikator yang dinilai sangat memberatkan.
“Apa hak mereka memotong 10%? Kendaraan, HP, kuota, tenaga, semua milik kami. Kami bukan karyawan mereka. Tolong sahkan perda. Kami sudah sangat menderita,” katanya lantang.
Ia juga menambahkan bahwa meskipun sering datang ke Dishub, ia tidak pernah lelah demi memperjuangkan hak para driver.
“Saya tanya, Bapak nggak capek ketemu saya terus? Kalau saya, saya nggak akan pernah capek datang ke Dishub,” ujarnya dengan nada geram.
Diskusi Dengan Pemerintah Daerah
Dalam diskusi yang berlangsung di dalam Gedung Singaperbangsa, Ketua DPRD Karawang beserta perwakilan dari Dishub dan pemerintah daerah mendengarkan dengan seksama keluhan para driver.
Bupati Karawang, dalam sesi diskusi, sempat bertanya kepada para perwakilan pengemudi:
“Akang maunya bagaimana? Kalau tidak mau di bawah naungan Dinas Ketenagakerjaan, lalu mau di bawah siapa?” tanyanya.
Para driver pun menegaskan bahwa mereka tidak ingin diatur di bawah Undang-Undang Ketenagakerjaan karena mereka bukan pekerja tetap, melainkan mitra.
“Kami punya modal sendiri. Kami ingin bermitra, bukan bekerja. Kami tidak ingin UU Ketenagakerjaan diterapkan kepada kami,” ujar salah satu perwakilan.
Pak Haris dari Dinas Perhubungan menjawab bahwa pihaknya siap menerima dan menyampaikan seluruh masukan ke kementerian, selama hal tersebut menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Kami mengerti perihnya Bapak-Bapak sekalian. Kami siap membantu memperjuangkan hak-hak Bapak sekalian,” ujarnya.
Desakan Untuk Kepastian dan Deadline
Menjelang akhir diskusi, perwakilan driver mendesak agar pemerintah memberikan kepastian.
“Kami hadir di sini, berbicara dengan Bapak. Kami ingin deadline, kami ingin kepastian. Ribuan teman-teman kami menunggu di luar barikade,” tegas seorang pengemudi dengan penuh emosi.
Aksi damai ini menjadi simbol kuat perlawanan para driver ojek online yang menuntut keadilan, kesejahteraan, dan kepastian hukum dari pemerintah maupun perusahaan aplikator. (Red)