KARAWANG | TERASPASUNDAN.COM – Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Puskesmas Cilamaya, Kabupaten Karawang, menjadi sorotan tajam.
Indikasi penyalahgunaan wewenang mencuat terkait penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diduga kuat digunakan untuk membiayai proyek fisik pembangunan gedung, sebuah praktik yang dinilai menabrak aturan perundang-undangan.
Dugaan ini berpusat pada dua proyek fisik utama, yakni pembangunan gerbang (tembok pagar) dan pos keamanan (sekuriti) yang dilaksanakan pada tahun anggaran berjalan yakni tahun 2025.
Berdasarkan penelusuran, Dana Kapitasi sejatinya diprioritaskan untuk jasa pelayanan medis dan biaya operasional (obat/alkes), bukan untuk belanja modal konstruksi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda.
Bendahara Barang Puskesmas Cilamaya, Andri, secara terbuka mengakui bahwa pembiayaan fasilitas fisik tersebut bersumber dari dana kapitasi.
“Untuk pagar gerbang dan posko (Pos Jaga) itu dananya dari Kapitasi,” ungkap Andri saat dikonfirmasi, Rabu (3/12/2025) kepada onediginews.com.
Bahkan informasinya, pekerjaan ini juga dilaksanakan tanpa Surat Perintah Kerja (SPK) atau cacat administrasi.
Yang lebih mengejutkan, praktik pembangunan dengan dana kapitasi tersebut diduga berpotensi menyalahi Permenkes Nomor 6 Tahun 2022.
Ironisnya, Puskesmas mengklaim telah berjalan mulus karena telah dilakukam pengajuan dan disetujui oleh instansi di atasnya Dinas Kesehatan dan BPKAD Kabupaten Karawang.
Andri menyebutkan bahwa langkah penggunaan dana kapitasi untuk pembangunan fisik ini telah melalui proses pengajuan dan mendapatkan persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang.
Bahkan, ia mengklaim Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) selaku pembina teknis keuangan BLUD juga telah mengetahui hal tersebut.
“Sudah ada pengajuan dan disetujui Dinas Kesehatan, BPKAD juga sudah mengetahui,” klaim pihak Puskesmas, menyiratkan adanya dugaan keterlibatan atau pembiaran sistematis dari otoritas kesehatan di tingkat kabupaten.
Indikasi ketidakberesan pengelolaan anggaran semakin diperparah dengan kondisi aset sewa milik Puskesmas.
Bangunan kantin yang didirikan pada tahun 2024—yang juga menggunakan anggaran Puskesmas—kini dalam kondisi sepi penyewa.
Meski mematok harga sewa Rp 300.000 per bulan, manajemen pengelolaan aset dinilai buruk. Para penyewa mengeluhkan tidak adanya fasilitas dasar seperti air bersih. Tak hanya itu, beban biaya listrik juga dibebankan kembali kepada penyewa melalui token mandiri.
“Kantin itu banyak yang kosong. Pedagang lebih memilih berjualan di depan karena di dalam tidak ada air dan listrik harus bayar sendiri,” ujar Andri mengakui kondisi tersebut.
“Niat kami sebenarnya bagus, melalukan penataan Puskesmas karena terihat tidak representatif dan bahkan menghalangi kendaraan (ambulance) masuk ke Puskesmas,” terangnya.
Kondisi ini menyisakan tanda tanya besar terkait efektivitas perencanaan anggaran di Puskesmas Cilamaya.
Anggaran negara yang seharusnya berputar untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan masyarakat, justru tersedot ke proyek fisik yang bermasalah secara administrasi dan tidak memberikan dampak ekonomi maupun pelayanan yang optimal.
Sementara itu hingga berita ini diturunkan, Kepala Puskesmas Cilamaya Nurdin belum memberikan penjelasan lebih lanjut dikarenakan kesibukannya. Begitupun Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, ketika dikonfirmasi tidak memberikan jawaban.


