KARAWANG – TERASPASUNDAN.COM – Mengurai Benang Kusut Pengelolaan Sampah di Perumahan Karawang Mendorong Transparansi Iuran Sampah dan Penegasan Regulasi Daerah.
Pengelolaan sampah di wilayah Kabupaten Karawang, khususnya di kawasan perumahan, kini menjadi sorotan banyak pihak.
Hal ini tidak terlepas dari beragamnya pungutan iuran sampah yang diterapkan oleh masing-masing pengelola perumahan, baik skala subsidi, menengah, maupun perumahan cluster elit. Sayangnya, hingga saat ini belum ada kejelasan secara menyeluruh mengenai mekanisme pengelolaan iuran tersebut, termasuk apakah ada kontribusi langsung kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Karawang.
Beragam Iuran Sampah di Perumahan Karawang
Dari hasil observasi dan pengumpulan data di sejumlah perumahan Karawang, ditemukan adanya variasi nilai iuran yang cukup signifikan. Misalnya, di Perumahan Griya Mas, iuran bulanan mencapai Rp50.000-an, termasuk kontribusi keamanan. Sementara di Perumahan Green Garden, warga dikenakan iuran sekitar Rp80.000 per bulan berikut kontribusi keamanan. Sedangkan di Jasmine Village Cluster yang berkonsep premium, iuran mencapai Rp250.000 per bulan berikut kontribusi keamanan.
Iuran tersebut umumnya dikelola oleh pengurus RT atau RW, paguyuban, atau pengelola estate management masing-masing perumahan. Dalam praktiknya, iuran tersebut dipergunakan untuk operasional angkut sampah, pembayaran jasa petugas kebersihan, pengelolaan TPS (Tempat Penampungan Sementara), hingga transportasi ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Namun yang menjadi pertanyaan publik adalah, apakah dari iuran tersebut ada setoran atau kontribusi resmi ke DLHK Karawang? Berdasarkan penelusuran lapangan dan wawancara informal dengan beberapa pengurus perumahan dan petugas DLHK, sejauh ini belum ada kejelasan atau transparansi menyeluruh mengenai aliran iuran tersebut ke kas daerah.
Persoalan Retribusi Sampah yang Dibebankan di Layanan PDAM
Persoalan lain yang tidak kalah membingungkan adalah adanya pungutan retribusi sampah yang dibebankan melalui tagihan tagihan air PDAM Tirta Tarum Karawang. Warga kerap mempertanyakan ke mana larinya uang retribusi yang dipotong otomatis tersebut, dan apa manfaat langsung yang diterima warga.
Pada faktanya, sebagian besar perumahan yang memiliki pengelolaan sampah internal justru tidak merasakan manfaat dari retribusi yang sudah terbayar lewat PDAM. Padahal, merujuk pada regulasi yang ada, retribusi tersebut seharusnya dikelola oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk pelayanan pengelolaan sampah umum.
Landasan Hukum dan Regulasi Pengelolaan Sampah di Karawang
Secara legal formal, Kabupaten Karawang mengacu pada:
1. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, yang di dalamnya mengatur pungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
2. Peraturan Bupati Karawang Nomor 61 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemungutan Retribusi Sampah, yang mempertegas besaran retribusi serta metode pemungutan melalui instansi terkait, seperti PDAM dan PLN.
Namun dalam pelaksanaannya, terjadi tumpang tindih antara pungutan resmi retribusi daerah dengan pungutan yang diberlakukan di masing-masing perumahan oleh pengurus atau pihak ketiga yang bekerjasama dengan pengelola.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Fenomena ini menunjukkan adanya kekosongan regulasi yang jelas dan transparan mengenai pengelolaan iuran sampah di level perumahan. Pemerintah daerah melalui DLHK Karawang dan dinas terkait perlu segera melakukan:
Audit menyeluruh terhadap pungutan iuran sampah di perumahan.
Sinkronisasi pungutan retribusi resmi dengan iuran internal perumahan agar tidak terjadi dobel pungutan yang merugikan warga.
Membuka kanal informasi dan transparansi penggunaan dana iuran maupun retribusi sampah, baik yang ditarik oleh PDAM, PLN, maupun pengelola perumahan.
Merevisi atau memperbarui peraturan daerah dan peraturan bupati agar mengakomodir perkembangan kawasan perumahan, baik subsidi maupun non-subsidi.
Dengan demikian, masyarakat Karawang mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam pelayanan persampahan, serta mencegah terjadinya pungutan liar atau pengelolaan dana yang tidak jelas akuntabilitasnya.
*Penulis Oleh: Syuhada Wisastra
Pemerhati Lingkungan & Praktisi Management HRD & General Affair;
Ketua IWO Indonesia DPD Karawang;
Ketua Bidang Hubungan Eksternal & Media Massa ASPHRI;*