KARAWANG | TERASPASUNDAN.COM | Penanganan psikolog bagi kesehatan mental orang dewasa sangat dibutuhkan. Orang dewasa datang ke psikologi di era kesehatan mental yang sudah banyak digaungkan bukan menjadi hal tabu. Kartika Melati, Psikolog Dewasa menyampaikan sebagian besar pasien datang pertama kali akibat adanya permasalahan di tempat kerja. Kemudian setelah diberikan konselling, ditemukan adanya faktor penyebab lainnya.
“Cukup banyak yang datang ke psikolog apalagi permasalahan orang dewasa itu sangat kompleks, karena terbagi untuk beberapa peran. Ada situasi pemicu seperti di tempat kerja tetapi setelah datang ke sini bisa berhubungan dengan trauma saat kecil, hubungan asmara dan yang lainnya,” ujarnya.
Selama ini pasien yang datang telah melakukan perjanjian pertemuan terlebih dahulu, namun adapula pasien yang datang tanpa adanya janji temu. Satu hari dirinya hanya memberikan waktu konselling selama 6 jam untuk 3 pasien.
“Karena kita ini perjanjian tapi ada juga pasien yang datang tidak dengan janji, satu hari itu maksimal 3 pasien karena satu pasien bisa membutuhkan waktu 1 sampai 2 jam untuk konselling. Ada juga pasien dari rawat inap, biasanya pasien yang sedang di rawat dan ada indikasi psikologisnya terganggu dan menghambat intervensi medis,” tambahnya.
Dirinya selama ini memberikan konselling dengan cara Cognitiv Behavier Therappy (CBT). Teknis ini berfokus di pengubahan cara berpikir pasien. Selain itu diperlukan adanya validasi emosi bagi pasien.
“Terapi untuk dewasa seperti Cognitiv Behavier Therappy yang basicnya ada keluhan kecemasan ditangani dengan mengubah pemikiran, ada juga dengan konselling biasa. Pertama membutuhkan validasi emosi seperti saat sedang cemas, tegang dan panik saat bertemu dengan peristiwa yang menstimulus trauma, tapi validasi ini disertai dengan memberikan kata yang positif supaya tidak berpikir ke hal yang aneh dan negatif,” jelasnya.
Kemudian langkah selanjutnya jangan tergesa-gesa memberikan lebel negatif untuk diri sendiri. Selain itu jangan membandingkan diri sendiri dengan hal apapun dan siapapun. Ia melanjutkan meski validasi emosi diperlukan, namun ketika emosi sudah melakukan menghancurkan barang dan menyakiti diri sendiri maka wajib segera datang ke profesional.
“Kedua jangan terburu-terburu memberikan lebel negatif di diri sendiri, kalau sudah melebel negatif akan membandingkan diri dengan orang lain dan kondisi dulu. Langkah ketiga jangan membandingkan diri dengan siapapun dan apapun. Kalau ada rasa deg-degan saat emosi itu masih dalam kondisi yang wajar, kalau sudah sampai menghancurkan barang atau menyakiti diri sendiri itu sudah tidak wajar dan sudah alarm untuk membutuhkan bantuan orang profesional,” lanjutnya.
Ia menambahkan saat ini telah banyak orangtua yang mencari dan menawarkan psikolog kepada anak. Hal itu terjadi akibat adanya perubahan cara pandangan masyarakat terkait pentingnya kesehatan mental.
“Mengubah stigma memang sulit, kalau dulu memang sangat tabu untuk datang ke psikolog tetapi sejak beberapa tahun terakhir dan masuk generasi millenial mereka sudah mulai menggaungkan tentang kesehatan mental menjadi hal yang penting. Artinya dengan perubahan pemikiran masyarakat sekarang sudah jauh lebih baik dari dulu, bahkan sekarang orangtua menawarkan kepada anak untuk datang ke psikolog,” imbuhnya.
Ia pun menyatakan adapula pasien yang datang gejala adanya penyimpangan orientasi seksual. Meski begitu untuk pasien yang seperti itu ketika datang awal mereka akan menyembunyikan terlebih dahulu, kemudian setelah konselling berlangsung pasien akan dapat terbuka. Setiap pasien diberikan tugas selama satu bulan sebelum dilakukan kontrol.
“Kalau secara demografi seimbang antara perempuan dan laki-laki yang datang. Kalau yang sudah penyimpangan seksual mengarah ke kriminalitas belum dikirimkan ke kami, tapi kalau keluhan tentang orientasi seksual yang berbeda sudah ada yang datang.
Mereka sangat terbuka dengan permasalahan penyimpangan orientasi seksualnya, biasanya memang saat datang pertama kali masih ditutupi. Kalau untuk hipnoterapi perlu ada teknis khusus dan sertifikasinya, saya tidak menerapkan teknis itu karena ingin memberikan konselling secara diskusi agar bisa di urai permasalahannya.
Terapi psikologi itu supaya kebiasaannya berubah. Pasien diberikan tugas dan satu bulan kemudian bisa datang untuk kontrol,” pungkasnya.(red)