KARAWANG | TERASPASUNDAN.COM | Pendidikan kesetaraan yang disalurkan melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) disetiap kecamatan di kabupaten Karawang tidak dipungut biaya sepeserpun. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Bidang (Kabid) PAUD dan Dikmas Disdikpora Karawang, Kosim Taryana.
Disampaikannya, pemerintah daerah sudah membiayai program kesetaraan melalui dana APBD 100 persen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan IPM dan memberikan kesempatan kepada masyarakat dari kalangan bawah untuk bisa bersaing didunia industri ataupun profesional.
“Pembiayaannya semua gratis , asal usianya masih masuk usia reguler. Jadi batas usianya maksimal 21 tahun, yang diatas 21 tahun tetap bayar normal sesuai kebutuhan PKBM,” paparnya.
Dikatakannya, banyak hal yang lebih menarik dan menguntungkan dari pendidikan non formal. Baik dari cara belajar, metode dan ujian.
“Pendidikan kesetaraan atau pendidikan non formal memang berbeda dengan pendidikan pormal. Akan tetapi, banyak keuntungan lebih yang didapatkan dibandingkan dengan pendidikan formal,” katanya, Jumat (19/7).
Dimana keuntungan yang diperoleh adalah, pendidikan non formal biaya pendidikanya gratis, ada proses peningkatan skil individu, dan ada juga tatap muka melalui daring ataupun langsung.
“Sekarang dapodik pendidikan non formal sama dengan yang formal. Bedanya cuman dicara mengajar. Kalau yang formal setiap hari membahas materi sedikit praktek, kalau yang non formal 3 hari materi 3 hari peningkatan skil,” tuturnya.
Masih disampaikannya, ada 1320 siswa yang sudah terdaftar di Tahuan 2024 untuk mengikuti pendidikan kesetaraan di kabupaten Karawang. Namun angka tersebut masih dikatakan jauh dari data kebutuhan.
“Ada 30 ribu lebih warga Karawang yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dan sampai Tahun 2024 sudah lebih dari 10 ribu yang masuk pendidikan kesetaraan. Maka masih 20 ribuan lagi yang harus dikejar,’ terangnya.
Adapun yang menjadi kendala, sambungnya, minimnya kesadaran pentingnya pendidikan dikalangan masyarakat. Terlebih masyarakat dari kalangan bawah, yang memang kepikiran untuk langsung bekerja ketika lulus sekolah SD ataupun SMP.
“Kita sudah menyusun strategi untuk menyisir setiap desa, dimana nanti ada satu orang yang pokisnuntuk mendata angka putus sekolah dan mengajak atau memotivasi agar bisa melanjutkan di kesetaraan atau pendidikan non formal,” pungkasnya. (Dd)