KARAWANG | TERASPASUNDAN.COM | Ramai menjadi perbincangan, terkait adanya proyek pembangunan ruang meetting (ruang rapat) dan ruang fitness di Kantor KONI Karawang yang dibangun tanpa adanya Surat Perintah Kerja (SPK), bahkan dengan anggaran yang sangat fantastis. Ruang rapat menelan anggaran sekitar Rp. 375 juta dan ruang fitness sekitar Rp. 175 juta.
Ketua KONI Karawang, Sayuti Haris, pada Rabu (8/5/2024) lalu, membenarkan jika kedua bangunan tersebut dikerjakan tanpa adanya SPK dan tandatangan dirinya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
“Benar ada dua pembangunan satu ruang rapat dan satu gudang yang dijadikan tempat fitness,” kata Haris membenarkan.
Hal ini pun sontak menjadi sorotan dari banyak pihak, pasalnya, Ketua KONI Karawang, mengatakan jika terjadi sesuatu (permasalahan hukum), dirinya akan melibatkan wakil ketua untuk membahasnya.
Ironisnya, para wakil ketua KONI ketika dikonfirmasi, tak satupun mau memberikan penjelasan kepada awak media sehingga permasalahan ini menjadi terang benderang.
Persoalan KONI Karawang ini pun kemudian mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, salah satunya dari Pemerhati Kebijakan Pemerintahan, Sosial dan Politik, dan seorang pakar hukum, Dr. Muhammad Gary Gagarin SH.,MH., yang juga Kaprodi Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang.
Dikatakannya, pembangunan rehab di Gedung KONI Karawang itu, berkaitan dengan keuangan negara atau pemerintah, dan ini tentunya sangat berbahaya. Salah dari segi administrasi saja bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu, menurut Gary Gagarin, semua (pengurus KONI Karawang), harus bertanggung jawab, termasuk Bupati karena sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Kabupaten Karawang. Artinya keteledoran ini tidak bisa dianggap sepele.
Ia pun berpesan, agar setiap pejabat berwenang dapat melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mereka harus bertindak hati-hati dan cermat dalam mengambil suatu keputusan. Jangan sampai hal-hal fundamental seperti ini dibiarkan dan terjadi kembali di kemudian hari.
“Selain itu, menurut saya Aparat Penegak Hukum (APH) harus melakukan penyelidikan mengenai persoalan ini, khususnya berkaitan bagaimana pembangunan bisa dilakukan jika tanpa adanya SPK. Serta harus mencari pihak yang paling bertanggung jawab dalam persoalan ini,” ulas Gary Gagarin, Kamis (9/5/2024).
Dari segi hukum, ia berpandangan, ketika seorang pejabat, lembaga atau dinas, jika ingin melakukan suatu perbuatan hukum baik dalam lapangan hukum publik atau dalam kaitan dengan keperdataan, maka harus memiliki dasar hukum yang jelas atau biasa disebut dengan asas legalitas.
Seperti pembangunan rehab di KONI Karawang dimana dalam pemberitaan ramai disampaikan anggarannya mencapai hingga hampir setengah miliar itu, lanjut Gary Gagarin, pembangunannya, tentu tidak akan mungkin dapat dilaksanakan apabila tidak ada anggaran.
“Lalu, anggaran pembangunan itu dari mana???… pasti berkaitan dengan keuangan pemerintah daerah yaitu APBD. Karena KONI setiap tahunnya mendapatkan Dana Hibah dari Pemkab Karawang,” kata Gary Gagarin.
Sekarang pertanyaannya adalah, ia kembali menuturkan, perusahaan kontraktor mana yang mau melaksanakan pembangunan gedung tersebut jika tidak ada anggaran. Pastinya tidak mungkin.
Maka perlu ditelusuri dari mana anggaran pembangunan gedung tersebut karena jika berasal dari dana pemerintah maka harus ada SPK yang mendasarinya. Kalau tidak ada SPK dan anggaran keluar maka perlu diselidiki dana yang keluar itu dana apa.