KARAWANG | TERASPASUNDAN.COM | Sebagaimana kita ketahui bersama, pemilihan umum serentak yang jatuh bertepatan pada tanggal 14 Februari 2024 ini merupakan ajang pesta demokrasi besar-besaran di ibu pertiwi yang kita cintai ini.
Pemilihan Presiden, Wakil serta para tuan-tuan wakil rakyat di daerah maupun provinsi, hari ini (14/02/24 -red) adalah hari dimana hitam putihnya nasib mereka (dan tentunya nasib negara) ditentukan untuk 5 tahun kedepan.
Berbagai polah para politisi telah kita lihat semasa kampanye, tak usah heran politisi dadakan menjadi “joker merah” , flexible, religius, tentunya sesuai keinginan “mandornya”.
Yang dulunya idealis dengan kata-kata, tegas, sekarang lembek tak bertulang, sudah tak aneh lagi.. Yaa, itulah salah satu strategi politik yang tentunya diperankan oleh masing-masing “aktor”.
Berbagai macam cara dilakukan, boleh jadi dengan pendekatan murni, bagi-bagi sembako (plus amplop tentunya -red), bagi-bagi susu, minyak goreng, termasuk silent campaign yang biasa dikenal sebagai “serangan fajar”, serangan bagi-bagi duit.
Jualan janji dan obral retorika sudah tentu menjadi strategi andalan, (ditepati atau tidak urusan belakangan), yang penting naik tahta dulu.
Miris memang, ketika kita menganggap politik adalah sebuah kejujuran, sama saja kita beranggapan sebuah kubangan lumpur itu adalah air yang bersih.
Menjijikkan, mungkin kata yang cukup tepat melihat orang-orang berlomba-lomba menghalalkan segala cara demi meraih nafsu birahinya mendapatkan tahta dan (tentunya harta).
Slogan keadilan hanyanya lagu lama yang diperdengarkan kembali untuk mencoba meraih trust masyarakat yang sudah pudar.
Ketika politisi di negeri ini sudah tidak bisa dipercaya lagi, siapa lagi yang bisa diandalkan untuk mengawal proses demokrasi ini KECUALI para jurnalis yang tegak lurus dalam bertugas.
Jurnalis yang merupakan sosial kontrol harus profesional dalam mengawal kecurangan-kecurangan yang terjadi selama proses pemilihan.
Persetan siapapun yang terpilih, asalkan proses pemilihan itu berjalan dengan JUJUR dan ADIL, walaupun sudah tentu sulit untuk menerapkan kata Jujur dan Adil itu sendiri.
Namun, ketika jurnalis juga ikut-ikutan “nyemplung” ke kubangan lumpur, maka runtuhlah proses demokrasi yang selalu kita bangga-banggakan.
jangan mengorbankan diri tegak diatas fanatik buta (ta’ashub) kepada kebusukan karena perlu diingat tak ada musuh abadi, ada ada teman abadi dalam politik, yang ada hanya SOAL TAHTA dan birahi kekuasaan.. LALU untuk apa mati-matian membela sang idola sampai berselisih dengan kerabat dan keluarga? Mikir…
(Red)