SUBANG | TERASPASUNDAN.COM | satu hari lagi puncak Pemilu 2024. Dengan hitungan jam dari sekarang masa tenang berakhir dan memasuki masa adalah masa pemungutan dan perhitungan suara. Pada masa tenang dilarang melaksanakan aktifitas kampanye dalam bentuk apapun hingga hari pemungutan suara. Masa tenang bukan tenang-tenang melalukan politik uang dalam bentuk serangan fajar dan semacamnya.
Dilarang pula bagi media cetak, media elektronik, media sosial, media dalam jaringan dan lembaga penyiaran menyiarkan berita, iklan, rekam jejak, citra diri peserta Pemilu atau bentuk kegiatan yang mengarah pada bentuk kampanye yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu.
Politik uang atau money politic merajalela setiap pemilu atau Pilkada. Seolah sudah menjadi bagian dari setiap kontestasi elektoral. Politik uang merupakan perilaku yang merusak demokrasi dan integritas pemilu.
Seperti terjadi di daerah Kabupaten Subang, masyarakat digegerkan politik uang atau dengan istilah serangan fajar. Hal itu terdengar di berbagai pelosok termasuk Dapil V Subang dan media sosial.
Politik uang saat ini, sasarannya bukan lagi hanya pemilih. Penyelenggara pemilu pun menjadi incaran godaan pelaku money politic. Lebih parahnya, ada penyelenggara pemilu yang turut membagikan serangan fajar itu. Selain itu, ada juga Caleg yang melibatkan kepala desa untuk menjadi tim pemenangan.
Atas hal itu, kini Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara dengan tingkat politik uang tertinggi di dunia soal politik uang. Hanya kalah dari dua negara di Afrika, yakni Uganda di Afrika Barat dan Benin di Afrika Timur.
Dilansir dari radarsulbar.fajar.co.id, posisi Indonesia sebagai tiga besar politik uang diungkapkan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi. Ia menyebut sekira 33 persen dari total pemilih Pilpres 2014 dan 2019 terpapar praktik jual beli suara.
“Indonesia hanya kalah dari dua negara di Afrika soal politik uang, yaitu Uganda dan Benin. Indonesai sebagai negara dengan tingkat politik uang terbesar ketiga di dunia,” jelas Muhtadi dalam orasi pengukuhannya sebagai Guru Besar UIN ((Universitas Islam Negeri) Jakarta, (CNN Indonesia 30/11/23).
Politik uang merupakan bentuk kecurangan yang mengancam keadilan dan menggerus kepercayaan publik terhadap pemilu. Pemilih tergiur politik uang karena berbagai faktor. Salah satunya kondisi ekonomi masyarakat yang sebagian masih jauh dari harapan alias miskin. Kemiskinan menyebabkan mereka gampang tergiur “bagi-bagi” uang, sembako, atau materi lain dimasa pemilu demi meringankan beban sehari-hari. Pragmatis.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pada sebuah kesempatan menyebut politik uang selalu terjadi pada masa pemilu tidak lepas dari kondisi masyarakat yang 50 persen miskin atau belum sejahtera. Makanya sangat penting upaya menyadarkan masyarakat soal politik uang dan turut menjaga integritas pemilu.
Banyak politisi (anggota DPR, DPRD) terlibat kasus korupsi karena tingginya biaya politik. Termasuk yang digunakan melakukan money politic.
Hingga pertengahan 2023, anggota DPR dan DPRD yang terlibat korupsi dan ditangani KPK sebanyak 344 orang. Bupati dan walikota 246 orang, dan gubernur 31 orang.
Menghadapi hari pencoblosan, sangat penting edukasi bagi pemilih untuk mencari tahu dan menelusuri rekam jejak caleg. Sehingga memiliki referensi sosok yang tepat dan refresentatif menjadi wakil rakyat.
Penting pula edukasi agar pemilih mengedepankan rasionalitas. Memilih caleg yang memiliki kapasitas dan tidak diragukan kualitasnya menjadi wakil rakyat yang amanah. Bukan yangmengandalkan fasilitas dan isi tas.
Pemilu adalah momentum bagi rakyat untuk menentukan pilihan terbaik. Memang tidak mudah menelurusi rekam jejak caleg karena informasi yang tersedia terbatas juga. Tapi setidaknya bisa melacak jejak digital para caleg, terutama para pertahana dan bekas pejabat publik yang kini berburu kursi legislatif.
Pastikan memilih caleg yang paham tugas dan fungsinya jika terpilih sebagai wakil rakyat di lembaga perwakilan rakyat: DPR atau DPRD. Di daerah, DPRD memiliki tiga fungsi. Yaitu membentuk peraturan daerah bersama gubernur atau bupati/walikota, anggaran, dan pengawasan.
Kerap ada anggota DPRD yang salah kaprah karena gagal paham tugas dan fungsinya. Merambah wilayah pemerintah daerah sebagai eksekutor atau pelaksana kegiatan.
Merakyat bukan berarti kebanyakan di lapangan dengan alasan mengurusi persoalan rakyat, tapi mengabaikan kewajiban lain sebagai anggota dewan, seperti menghadiri rapat-rapat membicarakan berbagai hal di DPRD.
Pemilih perlu mencermati juga rekam jejak caleg untuk memastikan steril dari persoalan korupsi, merusak lingkungan, kekerasan anak atau KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), dan persoalan hukum lainnya.
Hari-hari terakhir masa kampanye menuju masa tenang lalu pemungutan suara merupakan hari-hari kritis para pemburu suara: caleg DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/ kota, calon DPD, dan tim sukses Pilpres.
Tak perlu heran pelanggaran makin banyak terjadi. Yang kasat mata, samar-samar, maupun tersembunyi. Bagi-bagi uang, sembako atau materi lain yang harganya melebihi ketentuan nilai sebagai souvenir kampanye yang ditetapkan dalam Peraturan Kampanye bakal makin merajalela. Puncaknya bakal terjadi sebelum pencoblosan: serangan fajar. Semoga Bawaslu tetap semangat dan bernyali menghadapi darurat politik uang. (red)